Tuesday

Harga Kemanusiaan, Agama, dan Tuhan


Bibir pagi masih basah dengan senyum embunnya yang mengembang. Mendung mengabut di sela-sela harap dan cita. Segalanya masih sama, tampak abu-abu dalam samar nyala hidup yang kian menyemburat risau. Masa lalu adalah leluka juga suka cita yang tak patut dipersalahkan. Pun masa depan, biarlah merahasia sebatas tantangan. Hanya hari ini adalah milik kita, Sayang.. "Carpe diem!"  begitu kau pernah dengan lirih namun tegas berpesan.

Coffee Shop Jl. Bougenville no.57, tempat biasa sekaligus pertama kali kita bertemu. Aku disini menunggumu, di kursi paling pojok favoritmu. Tidak berbeda seperti kali pertama, kau datang dan tersenyum menjumpai diriku berjibaku dengan bukubuku dan secangkir kopi hitam pekat pesananku yang tak pernah banyak tingkah di meja depanku. Sejuk udara menerobos hangat di celah perbincangan yang lama tak lagi saling kita ritualkan, sejak kurang lebih dua setengah tahun lalu. Sedikit kaku, meski aku tahu kita sama-sama mengupayakan moment ini menjadi biasa lagi dengan sekedar ngobrol-ngobrol ringan. Bercerita tentang skenario hidup yang semakin rumit dengan plot antah berantahnya.Siapapun adalah tuhan atas takdirnya sendiri.

A Meaningful Life is Bigger than a Happy Life (?)

Pada satu pagi di tahun 2017, cuit burung di luar rumah terdengar saling bersahut. Aku lupa kapan persisnya, tapi masih bisa kuingat udara p...