
Kenyataan ini mengajariku banyak hal, terlampau banyak dari sekedar apa yang pernah ku terima di bangku sekolah. Meski tak urung, kenyataan juga yang telah menjadikanku bodoh dan begitu dungu, dengan segala kompleksitas hidup yang manipulatif dan tak sebatas abu-abu. Rentet musibah menyapa kala diri merasa begitu lelah. Ragam ujian merambat di celah kepercayaan diri yang tersumbat. Leluka juga pedih hidup bersambut seolah tanpa jeda.
Meski begitu, kembali kenyataan inilah yang membuatku menjadi lebih manusiawi, Kawan.. Ya, masih Aku merindukan secuil kegagalan, untuk membuatku lebih tegar. Aku mendamba sekali lagi sakit hati, untukku kemudian bisa memaafkan dan mampu memahami. Aku inginkan juga sedikit pujian, untuk mengajariku bersyukur. Aku mendamba bahagia secukupnya, agar tak mudah membuatku alpa.
Pun kenyataan ini jugalah yang akhirnya membawa kita berjabat tangan, dan bersama melukis kisah diatas kanvas kehidupan. Sama halnya denganmu, Aku juga tak pernah tahu sebelumnya dengan siapa dan dimana nantinya aku dipertemukan. Seperti sama-sama tak tahunya kita, jika akhirnya dipertemukan di simpang perjalanan.
Bagaimanapun, aku senang mengenalmu, Kawan.. kaulah salah satu kenyataan hidup yang membuatku terus belajar. Belajar untuk tidak lagi seperti anak kecil yang menjengkelkan. Meski tak sepenuhnya menjadi seperti kebanyakan orang dewasa, yang katamu lebih sering menjadi korban perasaan. Aku hanya ingin belajar menjadi bijak, Kawan.. menurutmu, hanya orang bijak yang tahu kapan menjadi kecil, sebaliknya kapan harus bisa dewasa memandang persoalan.