Jejak yang Tertinggal.. (Untukmu, Adikku.. Kawan Kebanggaanku)


Aku sebagaimana kamu, biasa dan sederhana saja..  menjalani hidup sebagaimana mestinya. Mencoba tegap menapak arah disela gelisah. Berusaha tersenyum lirih di antara timbunan perih. Aku sama sepertimu, memiliki asa juga mimpi terenda dalam benak pun termaktub di jiwa. Punyai angan juga harapan yang selalu tersisa di ujung cemas. Hanya saja, kita tak pernah benar-benar menjadi sama. "Aku dengan jalanku", seperti dulu kau pernah mengatakannya kepadaku. Begitu juga dirimu yang selalu tegar dan begitu idealis dengan jalan yang kau tempuh, Kawan..

Kenyataan ini mengajariku banyak hal, terlampau banyak dari sekedar apa yang pernah ku terima di bangku sekolah. Meski tak urung, kenyataan juga yang telah menjadikanku bodoh dan begitu dungu, dengan segala kompleksitas hidup yang manipulatif dan tak sebatas abu-abu. Rentet musibah menyapa kala diri merasa begitu lelah. Ragam ujian merambat di celah kepercayaan diri yang tersumbat. Leluka juga pedih hidup bersambut seolah tanpa jeda.

Meski begitu, kembali kenyataan inilah yang membuatku menjadi lebih manusiawi, Kawan.. Ya, masih Aku merindukan secuil kegagalan, untuk membuatku lebih tegar. Aku mendamba sekali lagi sakit hati, untukku kemudian bisa memaafkan dan mampu memahami. Aku inginkan juga sedikit pujian, untuk mengajariku bersyukur. Aku mendamba bahagia secukupnya, agar tak mudah membuatku alpa.

Pun kenyataan ini jugalah yang akhirnya membawa kita berjabat tangan, dan bersama melukis kisah  diatas kanvas kehidupan. Sama halnya denganmu, Aku juga tak pernah tahu sebelumnya dengan siapa dan dimana nantinya aku dipertemukan. Seperti sama-sama tak tahunya kita, jika akhirnya dipertemukan di simpang perjalanan.

Bagaimanapun, aku senang mengenalmu, Kawan.. kaulah salah satu kenyataan hidup yang membuatku terus belajar. Belajar untuk tidak lagi seperti anak kecil yang menjengkelkan. Meski tak sepenuhnya menjadi seperti kebanyakan orang dewasa, yang katamu lebih sering menjadi korban perasaan. Aku hanya ingin belajar menjadi bijak, Kawan.. menurutmu, hanya orang bijak yang tahu kapan menjadi kecil, sebaliknya kapan harus bisa dewasa memandang persoalan.


... dan kisah ini bermula
Hari ini, kembali kenyataan mempertemukanku dengan orang-orang yang sama sekali baru. Mereka yang tak pernah ku kenal juga tak pernah bertatap muka sebelumnya. Wajah-wajah asing yang kemudian menjadi begitu dekat tak bertabir. Karakter-karakter baru yang unik dan beragam. Semuanya berjalan dan mengalir begitu saja. Mungkin inilah yang dinamakan takdir, Kawan.. betapapun kita tidak pernah mengandaikannya terjadi sekalipun. Namun kenyataannya, apapun yang kita lakukan akan menarik kita ke arah itu.

Seperti beberapa waktu yang lalu hingga saat ini ku tempuh waktu duduk di jenjang perkuliahan. Tiba saatnya menjajal teori yang selama ini hanya ku geliati di meja-meja diskusi dan tak kunjung habis diperdebatkan. Di salah satu institusi kejuruan, aku dan beberapa temanku akhirnya ditempatkan untuk mengupayakan memberi dan sharing keilmuan semaksimal mungkin dari apa yang telah kami terima. Sama sekali tidak juga aku sengaja memilih atau terlebih dulu berunding untuk ditempatkan di institusi itu. Apa mungkin benar ini yang dinamai takdir, Kawan? Ah, pikirku, mungkin hanya kebetulan.

Yah, kebetulan yang tak pernah ku sesali. Kebetulan yang memberi banyak arti. Mereka semua, sosok-sosok baru itu rasanya bukan baru saja menjadi orang yang teramat dekat. Mereka lah yang dalam beberapa waktu menjadi alasan semua rasa; jengkel, kecewa, sedih, bangga juga haru bahagia. Mereka keluargaku; adik-adikku, kakak-kakak, bapak-bapak pun ibu-ibu baruku yang rasanya telah lama ku kenal meski baru kali ini bertemu.

Don't say 'good bye', but 'see you later'..
Sayangnya, tak berapa lama kembali ku harus tapaki takdirku yang lain. Aku harus pergi meninggalkan semua jejak di tempat itu, dan melangkah ke jalan setapak berikutnya, Kawan.. Mengisi mozaik hidup yang sudah sememangnya dan bersiap menemui sosok-sosok dan hal baru lainnya.

Tak semudah itu memang, karena bagaimanapun perpisahan memang selamanya akan menjadi hal yang menyakitkan. Namun, aku teringat bicaramu saat terakhir kita dulu bertemu.. Jangan tangisi perpisahan ini.. tapi, tersenyumlah karena pertemuan kita ini pernah terjadi."

Dalam senyum yang begitu perih, ku ikhlaskan kepergianmu, Kawan.. begitu juga ku relakan tapak kisah tertinggal di tempat baruku itu, bersama segenap orang yang akan selamanya hidup di hati, terutama engkau, Adikku.. engkau yang telah terlebih dulu menghadapNya.. selamanya menghilang dari pandang, setelah beberapa lama sempat mengurai tawa bersama. Kala ku ketik kata ini, doaku menderas untuk ketenanganmu.. Cerita bersamamu, bersama kalian.. selamanya akan hidup dalam kenang.

Seize the Day ! My Pride Younger Brothers and Sisters.. 
Selamat jalan, kenyataan lalu. Sampai jumpa esok, Adik-Adikku.. tetaplah dengan keyakinanmu, bahwa mimpi dan anganmu, segalanya begitu mungkin. Hanya yang kau perlukan saat ini adalah kaki yang berjalan lebih lebar dari sebelumnya. Mata yang menatap lebih tajam dari biasanya. Tangan sekuat baja untuk lebih giat bekerja. Juga hati yang lebih tulus untuk senantiasa berdoa. Bermimpilah, Adikku.. ! Karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.
 Apapun yang kau upayakan, nantinya.. Kau hanya wajib untuk berusaha, tanpa perlu khawatir untuk berhasil.

"Selamat berjuang, Adikku.. Semoga Allah berkatimu,
Kenangan indah bersamamu, takkan ku biar ia berlalu.."

... "Sebuah pertemuan.. sangatlah berarti bagi setiap orang. Meski baru sekejap kita menorehkannya.. Namun, kenang gaungnya akan kembali menggema, manakala hati membunyikannya."


Fenny Wahyuni,
Malang 25 February 2012
*Catatan untukmu; Adik-Adikku.. (Yayasan Diponegoro, Tumpang - khususnya teruntuk dik Inggar Rahmawati) dan Kawan-Kawan PKLI [09 Jan - 18 Feb 12].. terima kasih untuk sederet cerita yang pernah ada.. It'll always be a remembrance

Comments

Popular Posts