Saturday

Solilukoi

bertatapan dengan cermin
selalu saja wajahmu beradu
tiap kali ku dapati senja membias jingga
dalam hitam malam yang begitu romantis
pada bilangan angka yang menamai dirinya: waktu

secuil angka itu terbujur di saku lusuh harapan
membebaskan benak juga degupku mengepung rembulan
membawa pergi adamu dari sudut paling remang
berselimut hangat serupa puisi dingin menikam

Sunday

Indonesiaku

hai Indonesia, bagaimana kabarmu?
ku sapa pagimu; laki-laki paruh baya
setia menenteng cangkulnya seolah pena
siap menerjemah tanah sawah miliknya,

di simpang trotoarmu, renta lanjut usia menggelar kedua tangannya
berharap iba juga keping rupiah dari saku celana yang melewatinya,
di seruas halte juga stasiunmu, bocah-bocah tak sekolah bernyanyi lagu sendu
menysisir jalanan dan kendaraan melintasi aspalmu
dengan polosnya ia tangkup receh
dari tangan-tangan yang menjulur setengah ragu,

selamat pagi, Indonseia, matahari hujankan sinarnya di tanahmu
isyarat salam, ia sampaikan padamu malu-malu.
kembali aku menyapamu, dengan cinta dalam kata sederhana.

Akhir November 2025 - Minggu yang Muram

Seminggu belakangan ini aku merasa ada yang berubah dari diriku. Bukan perubahan yang keras atau tiba-tiba— lebih seperti pergeseran halus y...