Tuesday

Teruntuk Engkau, Ibu


Menekuri Asamu, Ibu

biar dikata
ini puisi sampah
namun mengagumimu
tak pernah sudah

biar saja
ini bait tak seindah
doamu
namun tak pernah
khatam aku mencintaimu

Bu, dalam getir
takdir hidup
nyala yang kau titipkan
di dada
tak redup-redup


Sebab Putih Warna Surga

tak berbilang silap ku hunuskan ucap kasar di bening hatimu. tak jarang aku menjadi congkak, menyerbu putihmu dengan biru peluru sembilu. pun kerap aku menjelma Malin Kundang di gagang waktumu yang merapuhtak sesaatpun padaku serapahmu mendarat. tak secuilpun kau lontar kalimatkualat. Ibu, segalanya kau makrifat—meski tiadalah engkau malaikat. tiada pula hadirmu bak lukisan bertema kebajikan. kau hanya perempuan berambut senja. berupaya menabur putihmu untuk bungsu dan sulungmu. tak perlu kau beri aku merah, kuning juga kelabu pun warna dunia selainnya. cukup satuku damba putihmu, Ibu. Putihmu yang jauh dari warna warni busuk interpretasi, pun setitikpun putih kalbumu tak menyimpan hitam pretensi. bukan kosong, semata putih itu engkau, Ibu.

No comments:

A Meaningful Life is Bigger than a Happy Life (?)

Pada satu pagi di tahun 2017, cuit burung di luar rumah terdengar saling bersahut. Aku lupa kapan persisnya, tapi masih bisa kuingat udara p...