Wednesday

Tuhan ialah Ingatan

Tuhan, kata Agus Noor ialah ingatan.. Dan ingatan, bisa selamanya tinggal. Atau selamanya tanggal.

Malam ini, aku mengingatmu Tuhan.. seberapa jauh aku mencoba pergi, adaMu lebih dekat ketimbang urat nadi. Gugup aku dengan keluhku kian gagap aku menyebutMu. MengingatMu, Tuhan.. ialah ingatan pada Maha Cinta, Maha Pengasih dan Penyayang. Maka hanya padaMu Tuhan, ingin ia aku perkenalkan. Semoga tak benar, jika ada cinta yang Kau larang.

Dialah kekasih, dengannya kurasa teduh. Saat dendam dan kebencian kian gaduh. Kala suara kemanusiaan tetap juga tak didengar, meski telah lama serak dalam gusar. Saat agama dan kepercayaan bertambah banyak dan bingar, tak lagi menuntun namun justru menuntut dan kian brutal. Senyumnya Tuhan, menyadarkan keputus-asaan bahwa cinta selalulah lebih indah dan menawan.

Jika suatu hari cintaku padanya melebihi cintaku padaMu, Tuhan.. marahkah Kau? Ia bahkan memintaku untuk lebih mencintaiMu ketimbang mencintainya. Aku tahu bukan dia tak cinta padaku, hanya begitulah salah satu upayanya menghamba padaMu. Ditengah kenyataan hidup yang egois, tidakkah menurutMu hatinya begitu manis? Ah, dia memang manis Tuhan.. Ia pun mencintaiMu lebih, daripada mencintaiku. Terus terang, aku cemburu padaMu. Tapi bagaimana mungkin kulawan Tuhan.

Kerap aku marah, kecewa dan menuduhkan segala chaos padaMu. Begitu kegelisahanku acap menghadirkanMu. Dan Kau masih juga dengan kesombonganMu bersembunyi dibalik jubah transparansi keMaha-anMu, memberi sekaligus mengentahkan harapan. Sempat ku umpamakan Kau orangtua durhaka yang menelantarkan anak-anaknya. Tapi imanku berkata Kau Lam Yalid Wa Lam Yuulad.

Bagaimanapun aku percaya Tuhan.. Kau bukanlah ‘hak milik’ setiap agama. Kau tak terpenjara dalam kepercayaan-kepercayaan simbolik dan hanya permukaan. Aku menyukai puisi-puisi indah Chairil Anwar-Di pintuMu aku mengetuk/Betapa susah sungguh, mengingat Kau penuh seluruh_Chairil menulis bait-bait indahnya diantara harap dan putus asa, dalam puisi itu kurasakan hadirMu lebih nyata daripada dalam doa-doa bahasa surga yang sekedar kuhafal-lafadzkan tanpa tahu artinya.

Lihatlah, mereka masih juga ribut berselisih memperkarakan harus menyembah-hadapMu ke arah mana, kesini atau kesana? Lalu surga pun begitu sepi kata Andrea, tapi kuingat janjimu Tuhan.. jika aku datang dengan berjalan. Engkau akan menjemputku dengan berlari.

Lantas disini, disana, kulihat sekeliling. Dimana-mana Engkau, Tuhan..

 

Fenny Wahyuni,
Surabaya, 26 Juni 2014 [02.30]
*Kutulis dengan ingatan padamu juga Tuhan seperti kanak berlarian..

Friday

Tuhan, Meresap dalam Kesedihan



Sedih, jika atas nama ras, suku, dan agama, kebijakan justru begitu ganjil dan tak adil. Selalu ada kepentingan pada hiruk pikuk politik, bau busuk reformasi, juga agama-agama yang tak dapat disangkal sekaligus kian mengerikan.  

Sedih, kalau saban hari kebencian makin bising terdengar. Penguasa sibuk memperkaya diri dengan hanya piawai berkoar. Sementara di terminal, di stasiun, di jalan-jalan: bapak tua meminta-minta, barangkali bisa membuatnya kenyang, dan untuk sebentar saja melupakan usia. Seorang ibu dengan punggung sedikit membungkuk ditunggangi dagangannya telah berangkat bertaruh nasib di Shubuh buta, kala mata dunia masih lelap dalam mimpinya.

Sedih, saat kenyataan bertubi mengabarkan berita buruk tentang perempuan: poligami, kekerasan, juga pelecehan seksual. Kenapa melulu kau beranggapan perempuan tak lebih tulang rusuk. Cukup digauli, selebihnya harus tunduk? Kenapa tak bisa perempuan menjadi pemimpin juga imam dalam sembahyang, jika ilmuku lebih mumpuni juga ejaan doaku lebih fasih terdengar? 

Aku perempuan, manusia bebas sepertimu. Berhak dan berdaulat atas sepenuhnya diriku. Kenapa masih saja kau dengan konstruk aturanmu membatasi dan melabeli perempuan haram ini itu? Kau terlahir dari rahimku, rahim perempuan: muasal kehidupan, kebebasan dan kecintaan. Sedang akal dan moralmu, masih saja sebatas kelamin, dan persetubuhan.

Aku ingin melihat kesedihan, ketakadilan, juga kebencian berakhir
Aku bermimpi tentang dunia yang hanya sibuk mencintai,  juga berkarya untuk peradaban yang lebih baik
Aku ingin merasai damai dengan dua tangan terhubung dan hati dengan senyum terukir





Fenny Wahyuni,
Menanggal, 20 Juni 2014

A Meaningful Life is Bigger than a Happy Life (?)

Pada satu pagi di tahun 2017, cuit burung di luar rumah terdengar saling bersahut. Aku lupa kapan persisnya, tapi masih bisa kuingat udara p...